Lagu berjudul “Joko Tingkir Ngombe Dawet” sempat menjadi viral setelah dibawakan oleh penyanyi muda Farel Prayoga bersama Yeni Inka. Lagu ini memiliki irama yang ceria dengan lirik berbahasa Jawa yang menggambarkan kehidupan sehari-hari, perjuangan merantau, dan semangat untuk masa depan. Namun, lagu ini belakangan menimbulkan kontroversi karena penggunaan nama Joko Tingkir, tokoh sejarah yang dikenal sebagai ulama sekaligus tokoh penting dalam perkembangan Islam di Jawa.
Makna dan Isi Lagu
Secara umum, lagu ini berkisah tentang anak rantauan yang tak kenal lelah bekerja demi masa depan yang lebih baik. Lirik seperti “pantang mundur, terus nyambut gawe” (pantang menyerah, terus bekerja) menjadi semacam mantra semangat bagi banyak pendengarnya. Ada juga elemen keseharian seperti membeli ketan di Purwokerto, memetik jamur, atau sekadar menikmati rokok klobot di bawah pohon melinjo. Semua itu dikisahkan dengan gaya khas Jawa yang jenaka namun penuh makna.
Namun di balik irama yang ringan, lagu ini menyisipkan perjuangan emosional seorang perantau yang harus meninggalkan keluarga demi penghidupan, seperti dalam bait “paling abot ninggal anak-bojo” (yang paling berat adalah meninggalkan anak dan istri). Lagu ini menggabungkan unsur budaya, kuliner, dan nilai kerja keras dengan sangat kuat, menjadikannya mudah diterima di kalangan masyarakat.
Respons Publik dan Perubahan Lirik
Sayangnya, penggunaan nama Joko Tingkir dalam judul lagu dianggap kurang pantas oleh sebagian kalangan karena dianggap merendahkan nama besar tokoh sejarah yang dihormati. Akibat munculnya kritik dari berbagai pihak, penulis lagu Ronald Dwi Febriazah akhirnya memberikan klarifikasi secara terbuka melalui kanal YouTube-nya. Ia menyampaikan permintaan maaf kepada publik dan memutuskan untuk mengubah lirik serta judul lagu tersebut agar tidak lagi menyinggung pihak manapun.
Versi Lirik yang Telah Diubah
Dalam versi terbaru, nama Joko Tingkir dihilangkan dan diganti dengan tokoh fiktif lain. Beberapa bagian lirik juga disesuaikan untuk menghindari kontroversi. Misalnya, alih-alih menyebutkan nama tokoh sejarah, lagu kini memulai dengan bait “Mbah Amir ijik ngarit suket” yang menggambarkan keseharian masyarakat desa.
Bagian lain dari lagu tetap mempertahankan semangat pantang menyerah dan realita kehidupan para pekerja migran, termasuk dilema para Tenaga Kerja Wanita (TKW) seperti “serba salah dadi TKW” (selalu serba salah menjadi TKW). Lagu juga tetap menampilkan gambaran kehidupan yang penuh tantangan dengan lirik-lirik seperti “obah sitik ra enek benere” (bergerak sedikit saja bisa dianggap salah).
Lagu Rakyat dengan Napas Modern
Meski sempat menuai kontroversi, lagu ini tetap menarik perhatian karena berhasil mengangkat kehidupan rakyat kecil dengan cara yang ringan namun menyentuh. Liriknya mudah diingat, nadanya ceria, dan sarat pesan moral tentang kerja keras serta kesetiaan.
Lagu ini menjadi cerminan budaya lokal yang dipadukan dengan kreativitas generasi muda. Perubahan yang dilakukan penulis lagu menunjukkan sikap terbuka terhadap kritik serta penghormatan terhadap nilai-nilai sejarah dan budaya. Kini, versi terbaru lagu tersebut dapat dinikmati tanpa menimbulkan perdebatan, tetap membawa semangat dan makna yang mendalam bagi para pendengarnya.