Harga Bitcoin (BTCUSD) berhasil mencetak rekor tertinggi baru, melampaui angka $125.000 pada akhir pekan lalu. Kenaikan signifikan ini tidak hanya membawa angin segar bagi para investor, tetapi juga memberikan dorongan kuat bagi saham-saham perusahaan yang terkait dengan aset kripto.
Dampak Reli Bitcoin ke Pasar Saham
Reli yang terjadi selama sepekan terakhir ini seakan menjadi validasi bagi para pendukung Bitcoin yang telah menantikan level tertinggi baru setelah sempat melemah pada akhir September. Akibatnya, pada perdagangan Senin pagi, saham-saham perusahaan besar di industri kripto mengalami kenaikan. Saham Bitcoin Treasury Strategy (MSTR), bursa kripto Coinbase Global (COIN), dan penerbit stablecoin Circle (CRCL) tercatat naik setidaknya 2%.
Sementara itu, saham perusahaan penambangan Bitcoin seperti Marathon Digital (MARA) dan Riot Platforms Inc. (RIOT) bahkan melonjak lebih tinggi, yaitu sekitar 4%. Saat berita ini ditulis, harga Bitcoin berada di sekitar $124.700, dengan total kapitalisasi pasar seluruh aset kripto mencapai lebih dari $4,5 triliun menurut data dari firma riset Messari.
Momentum positif ini didorong oleh beberapa faktor, termasuk meningkatnya selera investor terhadap aset berisiko—yang juga telah mendorong pasar saham mendekati rekornya. Selain itu, peluncuran berbagai produk ETF kripto dan integrasi aset digital yang semakin dalam ke layanan keuangan tradisional telah menarik lebih banyak trader ke pasar ini. (Perlu dicatat, persetujuan untuk ETF kripto spot masih ditunda akibat penutupan pemerintahan AS).
Bitcoin Sebagai ‘Emas Digital’ di Tengah Ketidakpastian Global
Menurut catatan riset dari JPMorgan minggu lalu, investor ritel dan institusional kini semakin melirik emas dan Bitcoin. Kedua aset ini dianggap sebagai lindung nilai (hedge) terhadap meningkatnya ketidakpastian geopolitik dan utang pemerintah yang terus membengkak, sebuah strategi yang dikenal sebagai “debasement trade”.
Analis JPMorgan, Nikolaos Panigirtzoglou, menyatakan bahwa harga Bitcoin saat ini terlihat lebih menarik dibandingkan dengan emas, terutama setelah logam mulia tersebut mengalami “kenaikan tajam” dalam sebulan terakhir. Pandangan ini didukung oleh Sean Farrell, kepala strategi aset digital di Fundstrat, yang pada hari Jumat lalu menyebutkan bahwa rotasi dari emas ke Bitcoin mungkin akan segera terjadi.
“Emas terlihat sudah jenuh dan terlalu ramai bagi saya, sementara pola historis menunjukkan bahwa arus dana dapat beralih dari emas analog ke emas digital,” kata Farrell.
Era Baru Finansial: Tokenisasi Mengubah Wall Street
Di tengah euforia kenaikan harga Bitcoin, sebuah visi yang lebih besar tengah dibangun di Wall Street: tokenisasi. Bayangkan sebuah masa depan di mana saham-saham raksasa AS seperti Tesla (TSLA) atau Nvidia (NVDA) dapat diperdagangkan 24/7, dengan penyelesaian transaksi hanya dalam hitungan detik.
Momentum untuk mewujudkan visi ini semakin kuat. Industri kripto, bersama dengan pemain kelas kakap di Wall Street, berambisi untuk membawa saham yang ditokenisasi—versi digital dari saham tradisional yang dicatat di buku besar digital blockchain—menjadi bagian dari arus utama keuangan.
Bulan lalu, Nasdaq (NDAQ) telah mengajukan permohonan izin kepada regulator untuk memungkinkan perdagangan saham dalam bentuk token di bursanya. Jika disetujui oleh Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC), ini akan menjadi langkah monumental dalam menggabungkan keuangan tradisional dengan teknologi blockchain. SEC telah membuka proposal ini untuk komentar publik pada bulan September, dengan keputusan yang diperkirakan akan keluar dalam 45 hingga 90 hari ke depan.
“Tokenisasi itu seperti kereta barang. Tidak bisa dihentikan, dan pada akhirnya akan ‘memakan’ seluruh sistem keuangan,” ujar CEO Robinhood (HOOD), Vlad Tenev, dalam sebuah konferensi kripto di Singapura. Platform perdagangannya bahkan telah meluncurkan lebih dari 200 token saham dan ETF AS di Eropa pada musim panas lalu.
Potensi dan Keunggulan Aset Token
Para pendukung tokenisasi berpendapat bahwa teknologi ini membuat perdagangan lebih mudah diakses oleh investor, memungkinkan pertukaran aset hanya dalam satu transaksi blockchain, serta memperluas penggunaannya dalam pinjaman atau sebagai agunan.
Perusahaan-perusahaan besar di Wall Street, mulai dari Goldman Sachs hingga manajer aset BlackRock, telah meluncurkan produk reksa dana pasar uang yang ditokenisasi. BlackRock juga dilaporkan sedang menjajaki peluncuran ETF yang ditokenisasi. “Setiap saham, setiap obligasi, setiap dana—setiap aset—dapat ditokenisasi. Jika itu terjadi, ini akan merevolusi dunia investasi,” kata CEO BlackRock (BLK), Larry Fink. “Pasar tidak perlu tutup. Transaksi yang saat ini memakan waktu berhari-hari akan selesai dalam hitungan detik.”
Boston Consulting Group dan Ripple memproyeksikan bahwa pasar untuk aset dunia nyata yang ditokenisasi—termasuk stablecoin, obligasi, real estat, dan komoditas—dapat tumbuh dari sekitar $600 miliar pada tahun 2025 menjadi hampir $19 triliun pada tahun 2033.
Tantangan di Depan Mata
Meskipun potensinya sangat besar, implementasi produk ekuitas yang ditokenisasi di beberapa negara menemui tantangan awal. Sebagai contoh, token yang melacak saham populer seperti Apple (AAPL) dan Amazon (AMZN) di Eropa mengalami masalah likuiditas yang tipis. Hal ini menyebabkan harga token tersebut menyimpang dari harga saham aslinya, menjadi sebuah pengingat bahwa jalan menuju adopsi massal masih memerlukan waktu dan penyempurnaan.