Sektor keuangan di Indonesia terus menunjukkan dinamika yang menarik. Di satu sisi, instrumen simpanan tradisional seperti deposito bank tetap menjadi andalan masyarakat karena menawarkan bunga yang relatif stabil dan lebih tinggi dibandingkan tabungan biasa. Di sisi lain, inovasi pembayaran digital melesat cepat, secara fundamental mengubah cara publik bertransaksi dalam kehidupan sehari-hari.
Daya Tarik Simpanan Deposito
Deposito masih diminati banyak nasabah karena suku bunganya yang bersifat tetap selama periode penyimpanan. Artinya, nasabah tidak perlu khawatir akan fluktuasi suku bunga pasar. Bank Rakyat Indonesia (BRI), sebagai salah satu bank terbesar, secara rutin memperbarui penawaran suku bunganya.
Untuk membuka deposito di BRI, persyaratannya pun tergolong mudah. Calon nasabah hanya perlu membawa KTP, memiliki rekening di BRI, membayar biaya materai, serta melakukan setoran awal minimal Rp 10 juta untuk pembukaan di kantor cabang, atau minimal Rp 5 juta jika membuka secara online.
Mengutip dari laman resmi Bank BRI, suku bunga deposito rupiah saat ini berkisar antara 3 persen hingga 3,5 persen, tergantung pada jangka waktu yang dipilih.
-
Jangka waktu 1 bulan: 3,25 persen
-
Jangka waktu 3 bulan: 3,5 persen
-
Jangka waktu 6 bulan: 3 persen
-
Jangka waktu 12 bulan: 3 persen
Suku bunga ini berlaku sama untuk berbagai tingkatan simpanan, baik itu Rp 10 juta, Rp 50 juta, maupun Rp 100 juta. Sebagai ilustrasi, jika seorang nasabah menyimpan dana Rp 100 juta dalam bentuk deposito BRI dengan tenor 1 tahun (12 bulan), maka bunga yang akan didapat sebesar Rp 3 juta. Apabila menyimpannya dalam jangka waktu 3 tahun, total bunga yang akan didapat bisa mencapai Rp 9 juta.
Inovasi Transportasi Publik via QRIS Tap
Sementara simpanan konvensional tetap diminati, Bank Indonesia (BI) baru saja meluncurkan inovasi besar di sektor pembayaran nontunai. Bayangkan naik transportasi umum tanpa perlu repot mengeluarkan dompet atau memindai kode QR. Cukup dengan menempelkan ponsel Anda pada mesin pembaca, gerbang pun terbuka tanpa antrean.
Inilah pengalaman baru yang ditawarkan melalui QRIS Tap In-Tap Out, sebuah fitur pembayaran digital yang dirancang untuk membuat perjalanan transportasi publik lebih cepat dan aman. Fitur ini diluncurkan secara resmi dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) dan Indonesia Fintech Summit and Expo (IFSE) 2025 di Jakarta pada 30 Oktober lalu.
Sistem pembayaran digital nirsentuh (contactless) ini memungkinkan pengguna melakukan transaksi hanya dengan menempelkan ponsel berfitur NFC pada mesin pembaca. Proses ultra-cepat yang diklaim hanya memakan waktu sekitar 0,3 detik ini menawarkan keunggulan jelas dibandingkan metode QRIS sebelumnya yang mengharuskan pemindaian kode.
“Kami ingin memastikan bahwa kemajuan teknologi benar-benar menjadi pendorong kesejahteraan bagi semua orang,” ujar Fitria Irmi Triswati, Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI.
Sebelumnya, fitur QRIS Tap ini baru diuji coba dan diimplementasikan penuh pada layanan MRT Jakarta. Kini, layanannya telah diperluas dan dapat digunakan di LRT Jabodetabek, KRL Commuter Line, serta bus antarkota dan dalam kota yang beroperasi di 13 provinsi di Indonesia. Ke depannya, layanan ini akan diperluas ke moda transportasi lain, termasuk layanan kapal feri di lebih banyak provinsi.
Visi dan Mekanisme Sistem Baru
Menurut Triswati, dengan QRIS Tap, penumpang tidak perlu lagi membawa kartu fisik. Mereka dapat menggunakan aplikasi pembayaran digital apa saja, baik itu dompet elektronik maupun aplikasi mobile banking, yang telah mendukung fitur tersebut. “Fitur sekali tempel berlaku untuk tarif tetap, sedangkan ‘tap in-tap out’ diterapkan untuk sistem tarif dinamis,” jelasnya.
Saat ini, fitur tersebut baru tersedia di perangkat Android, namun BI mengharapkan integrasi untuk Apple iOS akan segera menyusul.
Digitalisasi sistem pembayaran ini merupakan bagian integral dari visi pembangunan ekonomi Indonesia yang lebih luas. Melalui Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025-2030, yang diperkuat oleh visi Asta Cita Presiden, transformasi ini diarahkan untuk menciptakan ekosistem pembayaran nasional yang inklusif, efisien, dan berdaulat.
Lebih jauh lagi, QRIS Tap turut mendukung dorongan pemerintah untuk transportasi publik yang terjangkau. Dengan merchant discount rate (MDR) nol persen dan tanpa biaya layanan, BI memastikan digitalisasi transportasi tetap mematuhi prinsip keadilan dan keberlanjutan. Dalam waktu dekat, QRIS Tap juga akan diperluas ke sektor ritel dan akan hadir berdampingan dengan instrumen pembayaran lain di pusat perbelanjaan serta UMKM.
Kolaborasi sebagai Kunci
Triswati menekankan bahwa kolaborasi strategis antara regulator, pelaku industri, pemerintah pusat dan daerah, serta masyarakat luas sangat krusial. Kolaborasi ini penting untuk memastikan transformasi digital memberikan manfaat nyata bagi ekonomi nasional.
“Banyak inovasi telah lahir dari kolaborasi – mulai dari QRIS sebagai standar pembayaran ritel nasional, BI-FAST untuk transfer dana yang cepat dan efisien, hingga eksplorasi Rupiah Digital sebagai fondasi ekonomi masa depan kita,” katanya.
Pada kuartal ketiga 2025, QRIS telah mencatat lebih dari 58 juta pengguna dan 41 juta merchant. Total transaksinya mencapai angka fantastis, yakni Rp 1,92 kuadriliun, memposisikan Indonesia di antara pasar pembayaran digital terbesar di Asia Tenggara.
BI juga telah mendorong kolaborasi pembayaran lintas batas dengan menghubungkan sistem QRIS ke jaringan pembayaran regional lainnya. Saat ini, QRIS telah terhubung dengan Malaysia, Singapura, Thailand, dan Jepang. Sementara itu, kemitraan dengan Tiongkok dan Korea Selatan sedang dalam tahap uji coba dan diharapkan segera dapat diimplementasikan.
Kepercayaan sebagai Fondasi
Di dunia digital yang berubah cepat, Triswati menegaskan bahwa suksesnya digitalisasi tidak boleh hanya diukur dari jumlah pengguna atau volume transaksi. Faktor yang tidak kalah penting adalah tingkat kepercayaan publik terhadap sistem yang ada.
“QRIS adalah simbol kolaborasi lintas sektor yang sukses – sebuah kebanggaan nasional dan wajah baru ekonomi digital Indonesia,” tuturnya.
Ia lebih lanjut mencatat bahwa Indonesia tidak boleh hanya ikut arus perubahan global (go with the flow). Sebaliknya, Indonesia harus memimpin transformasi, bergerak penuh percaya diri menuju Indonesia Emas 2045 melalui sinergi dan keyakinan.



