Business

Pelonggaran Aturan Kandungan Lokal untuk Proyek Tenaga Surya di Indonesia

Pemerintah Indonesia telah melonggarkan aturan impor untuk pembangkit listrik tenaga surya dalam upaya mendorong pengembangan proyek energi terbarukan.

Di bawah aturan baru yang diberlakukan awal bulan ini, persyaratan kandungan lokal minimum untuk proyek tenaga surya telah dikurangi menjadi 20%, dari sebelumnya sekitar 40%. Selain itu, proyek tenaga surya diizinkan menggunakan panel impor asalkan mendapatkan persetujuan dari kementerian, perjanjian jual beli listrik ditandatangani sebelum akhir tahun, dan pembangkit listrik tersebut beroperasi pada semester pertama tahun 2026. Jendela impor akan ditutup pada Juni 2025, dan panel harus diperoleh dari perusahaan yang berkomitmen untuk berinvestasi dalam fasilitas produksi di Indonesia.

Sementara itu, persyaratan kandungan lokal untuk pembangkit listrik tenaga air juga telah dikurangi, dan untuk pembangkit listrik tenaga angin ditetapkan sebesar 15%. Peraturan yang diperbarui juga menyatakan bahwa setiap proyek listrik yang menerima pendanaan setidaknya 50% dari pemberi pinjaman multilateral atau bilateral asing akan dibebaskan dari persyaratan kandungan lokal.

“Kami mengevaluasi aturan ini, sehingga pembangkit listrik energi terbarukan, terutama tenaga air, angin, dan surya, dapat segera dipasang dalam sistem kami … dan lebih jauh menurunkan emisi kami,” kata Jisman Hutajulu, Direktur Jenderal Kementerian Energi, dalam konferensi pers awal pekan ini.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, menyatakan kepada pv magazine bahwa dia mendukung perubahan peraturan tersebut. “Ini adalah pendekatan seimbang untuk mengakomodasi produsen sel surya dan modul tier-1 yang ada di dalam negeri dan pembuat panel surya yang ada, serta menghilangkan hambatan untuk memungkinkan proyek PV surya didanai dan dipasang.”

Tumiwa menambahkan bahwa menurut perusahaan distribusi listrik milik pemerintah Indonesia, PLN, lebih dari 2 GWp proyek PV surya tidak dapat dilaksanakan saat ini.

“Dengan peraturan ini, proyek-proyek ini akan berjalan,” jelas Tumiwa. “Pelonggaran ini bersifat terbatas dan tampaknya sementara untuk memfasilitasi beberapa proyek, termasuk salah satunya di Ibu Kota Baru Indonesia, IKN.”

Meskipun Indonesia memiliki potensi tenaga surya yang sangat besar, penerapan energi terbarukan saat ini tertinggal dari target. Tahun lalu, energi terbarukan hanya menyumbang sedikit lebih dari 13% dari bauran energi Indonesia, jauh di bawah target 17,87%.